Sudah sekian lama saya nggak me-review film (khususnya film drama "romantis"). Kalau sekitar setahun lalu, saya me
review tentang
I love you from 38.000ft yang khas remaja-banget, maka sekarang saya akan me
review salah satu film drama yang sedang
booming, yaitu Critical Eleven.
Film Critical Eleven berangkat dari adaptasi novel dengan judul yang sama karya Ika Natassa. Saya nonton film ini sebagai efek dari baca-baca novel
Divortiare, A very yuppy wedding, dan
Twivortiare (sedikit curhat).
Anyway, mari kita bahas tentang filmnya
.
Cerita film diawali dari Anya (Adinia Wirasti) yang berada di bandara demi perjalanan bisnisnya. Bagi Anya, bandara bisa diibaratkan seperti kehidupan. Penuh pilihan menuju destinasi yang diinginkan. sama seperti kehidupan. Dalam hidup, kita selalu punya pilihan, untuk menentukan arah kemana hidup kita akan dijalani.
Dalam dunia penerbangan, dikenal istilah critical eleven, sebelas menit paling kritis di dalam pesawat—tiga menit setelah take off dan delapan menit sebelum landing—karena secara statistik delapan puluh persen kecelakaan pesawat umumnya terjadi dalam rentang waktu sebelas menit itu. It's when the aircraft is most vulnerable to any danger.
Tagline diatas sepertinya sudah akrab sekali dengan novel ini. Dan tentu saja,
tagline tersebut juga digunakan di film sebagai awal perjumpaan Anya dengan Ale (Reza Rahadian).
In a way, it's kinda the same with meeting people. Tiga menit pertama kritis sifatnya karena saat itulah kesan pertama terbentuk, lalu ada delapan menit sebelum berpisah—delapan menit ketika senyum, tindak tanduk, dan ekspresi wajah orang tersebut jelas bercerita apakah itu akan jadi awal sesuatu ataukah justru menjadi perpisahan.
Perjumpaan Anya dan Ale terjadi saat mereka secara nggak sengaja duduk bersebelahan di dalam pesawat. Dalam 11 menit tersebut, Anya bercerita mengenai kebiasaannya yang selalu membawa
a little dinosaur di setiap perjalanan bisnisnya.
Somehow I wonder,
that's possible if dalam waktu sesingkat itu
, kita bisa bercerita se-dalam itu pada orang yang baru saja dikenal.
Well, pertemuan singkat mereka benar-benar menjadi awal dari sesuatu.
They're dating, lalu Anya dikenalkan ke keluarga besar Ale,
Their relationship going to be a serious way by the proposal dalam taksi yang mereka tumpangi
. Selanjutnya,
they're getting married and move to New York. Anya mengikuti Ale yang ditugaskan di sana.
So far, cerita mereka
going so smooth tanpa masalah berarti diiringi
quotes mesra sepanjang awal film.
Percikan konflik mulai terasa di pertengahan film. Saat Anya hamil dan tanpa sengaja jatuh tertabrak sepeda, Ale mulai menunjukkan sifat protektifnya. Ale merasa harus selalu mengikuti Anya demi menjaga keselamatan calon bayinya, sedangkan Anya merasa masih bisa mandiri, melakukan semua kegiatannya sendirian meskipun sedang hamil. Dari perbedaan pandangan itu, mereka sering berdebat, saling membela diri, menunjukkan ego masing-masing, dan sama-sama sulit untuk mengalah. Sampai pada akhirnya Ale pindah kerja dan mereka memutuskan untuk kembali ke Jakarta.
So that somehow, dalam pernikahan memang dibutuhkan banget sifat untuk saling mengalah, meredam ego sekuatnya, dan membiarkan pasangan ambil kendali dalam beberapa keputusan, meskipun kita pribadi masih sulit untuk ikhlas menerima keputusan tersebut. *(Proved by Anya yang akhirnya mengalah dengan meninggalkan pekerjaan dan kota New York yang dicintainya demi mengikuti Ale pulang ke Jakarta).
Menjelang waktu melahirkan, Anya merasa tidak ada gerak bayi dalam perutnya. Di rumah sakit, dokter mendiagnosa bahwa calon bayi yang diberi nama Aidan tersebut mengalami kematian dalam kandungan. Setelah Anya melahirkan Aidan yang sudah tidak bernyawa, kehidupan mereka berubah. Rumah tangga Anya dan Ale menjadi dingin. Kesedihan yang mendalam membuat mereka menyibukkan diri dengan pekerjaan masing-masing.
Dalam kesedihan itu, mereka saling diam. Bergelut dengan pikirannya masing-masing. Anya yang sangat merasa bersalah, dan Ale yang terus menyalahkan Anya atas kematian Aidan. Kata-kata yang saling melukai diantara keduanya membuat mereka tidak saling berkomunikasi meskipun tinggal serumah.
Setiap orang punya cara sendiri dalam menghadapi rasa duka. Meskipun cara mereka berbeda dalam menghadapi duka, bukan berarti mereka tidak merasakan duka dihatinya.
Anya menghadapi duka dengan masuk ke kamar Aidan tiap malam, sedangkan Ale dengan cara mengunjungi makam Aidan setiap minggu. Tangis mereka pecah saat bertukar cara menghadapi duka. Dimana Anya akhirnya mengerti sedalam apa Ale peduli dan mencintai Aidan, dan sebaliknya. Ale mulai memahami bahwa dibalik kesibukan kerjanya, Anya masih menyimpan duka dan rasa bersalah mendalam atas kehilangan Aidan.
Banyak hal yang bisa dipelajari dari film ini, terutama dari
quotes-quotes yang bertebaran sepanjang film, diantaranya :
- With you, I've burning my bridge. there's no turning back. There's just going forward, with you. Aku akan melakukan semuanya untuk membuat kamu bahagia, Anya.
Well, kata-kata itu akan terdengar
so sweet buat orang yang sedang jatuh cinta dan dimabuk asmara. Tapi, akan jadi berat saat memasuki gerbang pernikahan, dimana kita harus mengalahkan ego, mengubur mimpi, meninggalkan karir, mengorbankan diri demi keluarga, dan melakukan hal yang diminta pasangan, padahal dalam hati kita nggak menyetujui. Yakin masih bisa membuktikan
I will do anything to make you happy? Belum tentu.
- “Some wish remains a wish for as long as we live. Bukan karena kita kurang berusaha, namun karena memang sudah begitulah takdirnya.”
Ada hal-hal yang akan tetap menjadi angan-angan. Sekuat apapun kita berusaha, kita nggak akan bisa mengubah karena itulah takdirinya. Angan-angan kuat Ale dan Anya untuk segera memiliki anak, segala usaha yang dilakukan demi kebaikan Aidan, dan sifat protektif Ale dalam menjaga kandungan Anya. Dan sekuat apapun mereka berusaha menjaga Aidan selama dalam kandungan, toh pada akhirnya takdir tetaplah takdir. Lalu, disinilah kekuatan cinta dalam pernikahan mereka diuji. Mampukah menerima semua takdir itu? Mampukah mengikhlaskan dan tidak saling menyalahkan? Mampukah menghadapi semuanya berdua, meskipun masih ada rasa saling kecewa terhadap pasangan?.
Dan berbagai
quotes lainnya yang sarat pesan moral. Tentang kehidupan, tentang cinta yang seharusnya bisa mengalahkan segalanya, tentang ego dalam pernikahan, tentang berdamai dengan takdir dan masa lalu, tentang duka yang harus dihadapi berdua, tentang memaafkan seseorang yang sebelumnya berjanji untuk tidak pernah menyakiti, dan tentang dimana kedua orang yang sama-sama terluka mampu menemukan kembali alasan untuk saling mempertahankan.
Mostly, film yang diadaptasi dari novel, biasanya ada bagian cerita yang "dirusak" oleh skenarionya. Hasilnya, cerita dari film tersebut nggak sebagus yang ada di novel.
But,itu nggak terjadi dalam film ini. Cerita dalam film tetap
smooth, nggak ada adegan konyol semacam "yang meninggal akhirnya hidup lagi", dll. Meskipun, ada beberapa adegan romantis (semi-dewasa) yang sepertinya dijadikan
twist dalam film ini.
Anyway, dengan segala positif-negatifnya, film ini mampu membuat sebagian besar penonton meneteskan air mata sampai menangis sesenggukan.
Overall, film ini juga mampu memikat penonton melalui jalan ceritanya yang santai tapi serius, ditambah sisi humor lewat penampilan Donny (Hamish Daud). Selain itu, akting yang mumpuni dari pemain-pemain yang berkualitas juga menjadi daya tarik yang menghidupkan setiap adegan dalam film ini.
So, film ini
recomended banget buat kalian yang sudah cukup dewasa, mau memasuki gerbang pernikahan, maupun sedang ada di tahap awal dalam kehidupan pernikahan.
Happy watching, jangan lupa siapkan
tissue! Hahaha.