Kelas XI dan XII bisa dibilang kelas yang sepi. Mereka cenderung diam alias nggak rame di kelas, bahkan kalau sedang nggak-mood, mereka lebih memilih untuk tidur dikelas... atau...nyepik gurunya. Jangan dibayangin seperti apa nyepiknya, yang jelas cukup "mengerikan"...
Hal ini beda 360 derajat dengan kelas X yang "aktif rame-bergerak-keluyuran dalam kelas". Banyak cara udah saya coba, mulai dari mendiamkan, memberikan nasehat, mengacak tempat duduk, dan segudang cara lainnya. Bisa dibilang cukup berhasil untuk beberapa waktu, tapi masih nggak terlalu berhasil buat mengatasi mereka yang sering melakukan hal-hal nggak ngenakin saat moodnya buruk.
Awalnya, saya pikir mengajar murid SMK akan lebih seru karena mereka udah mulai dewasa dan bisa diajak kerjasama dalam pelajaran maupun hal lainnya. Beda dengan murid TK atau SD yang masih harus diberi banyak arahan saat di sekolah.Tapi kenyataan yang ada itu nggak segampang ekspektasi saya. Murid SMK jauh lebih susah dikendalikan karena banyak faktor. Mulai dari faktor pergaulan yang nggak bener, lingkungan keluarga yang nggak kondusif, dan masalah pribadi yang kadang cukup complicated. And, I'm just freaking' out. Sepertinya I must find another way to "take-care" of them. But I just didn't find it yet.
Kalau ada orang yang bilang bahwa jadi guru itu enak, bisa pulang lebih cepet dari pegawai kantoran, dan nggak perlu susah dikejar deadline atau dimarahi atasan, itu semua salah. Atau seenggaknya, itu nggak berlaku di kasus saya. Jadi guru itu berat. Ada tanggung jawab besar untuk bisa mendidik murid biar menjadi sosok yang lebih baik. Perlu kesabaran, ketelatenan, dan pengertian yang tinggi terhadap tiap murid yang berbeda sifat, kepribadian, dan level kenakalannya.
Kalau ada orang yang bilang bahwa jadi guru itu enak, bisa pulang lebih cepet dari pegawai kantoran, dan nggak perlu susah dikejar deadline atau dimarahi atasan, itu semua salah. Atau seenggaknya, itu nggak berlaku di kasus saya. Jadi guru itu berat. Ada tanggung jawab besar untuk bisa mendidik murid biar menjadi sosok yang lebih baik. Perlu kesabaran, ketelatenan, dan pengertian yang tinggi terhadap tiap murid yang berbeda sifat, kepribadian, dan level kenakalannya.
Butuh mental yang keras tapi nggak kaku, tegas tapi nggak kasar, lembut tapi nggak memanjakan, prinsip yang kuat tapi tetap open minded, dan segudang hal lain yang nggak dimiliki orang pada umumnya.Tapi, bisa jadi profesi yang sangat menyenangkan kalau kita udah bisa mengendalikan keadaan. Bisa jadi sahabat buat murid-murid saat mereka butuh. Dan yang pasti, bisa mengubah kepribadian kita menjadi orang yang jauh lebih baik, lebih sabar, lebih tegas, dan lebih bermanfaat buat orang lain.
4 comments:
Hallo kak miftha, oh iya dalam hal ini aku harus manggil Bu Miftha ya ?
Hahahahahaah :Dv
Hemm Kak-Bu Miftha ngajar SMK sejenis STM ya ? Apa smk biasa gitu ? Kalo beneran STM sih sarannya cuman, yang sabar aja jadi guru ... bukan cuman Kak-Bu Miftha aja kok yang jadi korban sepikan dan kejahilan anak2 smk -_- Percaya deh disekolahku malah pernah lebih parah dari keparahan -_-
ciyee bu gurunya curhat... yang sabar ya bu, anak STM memang kayak gitu hehehe, apalagi kalo liat gurunya sebening Eriska Rein *uhuk
Ganbatte!!
Sudah lama ngga blogwaling ke sini.. sorry ya kak....
Iya. Aku juga pernah merasakan beratnya mengajar. Apalagi ngajar kontrak gitu,.. aduh ngga kebayang bagaimana diri merasa “terikat” penuh oleh sekolah.
Ya bagaimana lagi, bu Guru harus tetap sabar ya.. karena di situlah kesabaran akan mengubah segalanya. Mari cobalah untuk “lebih melatih mengikhlaskan diri”. Dengan ikhlas, pekerjaan berat terasa ringan. Dengan terpaksa, pekerjaan ringan terasa berat. Saya juga masih belajar “untuk ikhlas”. Sip.. semangat ya bu guru.....
pukpuk.. emang harus sabar mbak..
btw, aku seneng kata-kata ini 'Butuh mental yang keras tapi nggak kaku, tegas tapi nggak kasar, lembut tapi nggak memanjakan' sangar..hahahaa
Post a Comment